You are currently viewing Pandemi Tidak Mati Gaya
pandemi tidak mati gaya Muhammad Reivan Pristian

Pandemi Tidak Mati Gaya

Pandemi Tidak Mati Gaya

Di masa pandemi tentunya kita merasa jenuh. Untuk mengurangi kejenuhan itu, biasanya dihari libur sekolah, setiap hari sabtu Saya  ikut pergi bekerja bersama Ayah disitu saya melihat banyak pengalaman yang sangat luar biasa. Salah satunya saya berinteraksi dengan orang-orang yang berbeda suku bangsa. Tentunya, berbeda juga kebiasaannya seperti yang Saya alami waktu itu, pada saat salah satu alat berat (doser) kami yang bekerja di lokasi Cipanas puncak,  mengalami insiden/kecelakaan dengan tenggelamnya doser kami ke kubangan lumpur yang memang kubangan lumpur tersebut tentunya tidak terlihat oleh pak supir doser kami.

Pada saat Kami sedang makan siang di salah satu tempat makan di dekat tempat kejadian tersebut terdepat beberapa orang dari suku papua datang menghampiri kami dan akhirnya pun mereka berbincang-bincang dengan Ayah Saya dan salah satunya berasal suku bangsa Papua yang mencoba membantu  memberi solusi kepada Ayah Saya untuk memakai bambu sebagai pijakan agar doser dapat keluar dari lumpur. Namun, Ayah Saya tau maksud dari mereka memberikan solusi tersebut supaya Ayah Saya dapat membeli dagangan mereka berupa bambu dan akhirnya pun ayah saya menolak.

Namun, mereka tetap berupaya bahkan sampai memaksa dan mengaku kalau mereka dulu bekerja sebagai ahli dalam urusan alat berat. Ayah Saya tetap tidak mau menyetujuinya karena batang- batang bambu tentunya tidak akan mampu menahan beratnya doser kami dan akhirnya kamipun pergi dari tempat makan tersebut. Setelah kejadian tersebut Ayah Saya pun langsung menelepon temannya dan meminta bantuannya untuk mengirimkan alat berat agar doser yang tenggelam di kubangan lumpur bisa terangkat .

Sambil  menunggu bantuan kami pun berupaya sedikit demi sedikit mengeluarkan rumput dan memastikan kalau mesinnya tidak rusak dan alhamdulilah keberuntungan masih berpihak pada kami bersyukur mesinnya tidak rusak walau tenggelam dikubangan cukup lama. Dikarenakan ada sedikit masalah pengiriman bantuan, kami pun harus pulang dikarenakan sudah larut malam dan Saya pun juga terdapat ujian sekolah yang harus dilaksanakan di esok paginya.

Pada keesokan harinya bantuan pun tiba di lokasi, kemudian Ayah dan Saya serta teman- temannya bergegas untuk membantu mengeluarkan doser Kami dengan menggunakan doser pula. Akhirnya, doser Kami pun alhamdulilah dapat terangkat tanpa harus menggunakan bambu yang disarankan oleh orang-orang suku papua tersebut, saat itu saya merenung betapa hebatnya pengorbanan seorang Ayah untuk keluarganya sampai tidak mengenal waktu dan lupa akan  lelah yang dirasakan.

Selain itu juga saya mengambil hikmah dan  pelajaran akan kejadian yang saya alami ini yang dapat dijadikan pelajaran yang sangat berarti bagi saya, bahwa dimanapun kita berada tentunya kita tidak selalu sepaham dengan orang – orang yang ada di sekitar kita. Disitu kita harus smart dalam mengambil keputusan di saat yang genting, tentunya harus di sertai juga dengan doa, karena dengan doa akan mengubah sesuatu yang tidak mungkin menjadi mungkin.

Selain itu juga, dalam mengambil keputusan kita tidak perlu atau tidak harus merasa tidak enak terhadap orang lain yang memang tentunya akan merugikan kita seperti yang dialami oleh Kami. Mungkin apabila Kami menuruti perkataan orang Papua tersebut doser Kami akan lebih mengalami masalah bahkan akan tenggelam sementara kami harus tetap mengeluarkan biaya untuk batang – batang bambu tersebut dan doser Kami pun akan mengalami kerusakan yang sangat berat yang akan memakan biaya yang besar.

Inilah salah satu  pengalaman yang saya alami bahwa pandemi tidak akan membuat kita mati gaya selama kita bisa mengisinya dengan melakukan kegiatan – kegiatan yang positif, sekian dan terima kasih kurang dan lebihnya Saya mohon maaf wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

 

Nama : Muhammad Reivan Pristian (SMA IT Insan Mandiri Cibubur)

Kelas : X IPA