Assalamualaikum, warrahmatullahi wabarakaatuh.
Seorang muslim akan menjawab salamnya, mau di dalam hati atau di keluarkan suaranya. Di hari itu matahari terbit dari ufuk timur lalu tenggelam ke ufuk barat, begitu pula hari-hari berikutnya maupun sebelumnya. Terimakasih, juga puji syukur terhadap Allah SWT yang telah memberi beribu-ribu nikmat kepada insan yang menulis ini. Sholawat serta salam tidak luput tuk selalu tercurah kepada baginda nabi Muhammad SAW.
Jam menunjukkan pukul 4 pagi di suatu hari di bulan Februari. Tiba-tiba lampu menyala disana disini, juga terdengar suara yang tidak asing di telinga, yaa jika bukan ustad Roji dan ustad Ilman yang budiman, siapa lagi. Aku terbangun lalu bergegas menuju toilet tuk buang air dan juga mengambil air wudhu. Hari itu adalah hari yang ku tunggu dan mungkin juga santri lainnya tunggu. Kenapa? Ya karena hari itu hari terakhir kita bersekolah, dikarenakan pandemi corona yang telah masuk ke Indonesia. Mau tidak mau pihak sekolah demi keselamatan meliburkan selama 4 hari kurang lebih. Eh taunya di undur 2 minggu, di undur lagi 2 bulan, dan di undur lagi sampai januari tahun depan, hadehh.
Hari itu di lewati seperti hari-hari biasanya. Menyimak pelajaran yang dibawa bapak ibu guru dengan mantap walaupun tidak ada yang paham, bercanda pak bu saya paham kok. Sore harinya ku dijemput oleh orang tua yang ku cinta dan ku sayang. Sesampainya di rumah, yang aku peluk pertama kali tidak lain dan tidak bukan adalah guling yang nantinya, dia menjadi sahabatku yang menemani hari-hari yang membosankan selama dirumah.
Seperti yang sama-sama kita tahu, mungkin yang bayi baru lahir juga tahu, Pandemi virus korona ini berbahaya. Datangnya dari Tiongkok lalu tersebar ke satu dunia. Dengan persebaran virus yang cepat dan juga risiko terjangkit yang tinggi kita di tuntut tuk berdiam di rumah saja. demi keselamatan diri juga keluarga. Banyak yang mungkin tidak menyukai untuk semua serba dirumah, namun apa boleh buat. Pandemi ini memaksa setiap orang untuk tetap produktif saat di rumah, dan ini lah tantangannya.jika kita bisa produktif kita akan survive dalam menghadapi pandemi ini. Sebaliknya jika kita tidak bisa produktif kita akan tenggelam dalam samudra kehidupan.
Hari pertama dirumah ku lewati seperti orang-orang lainnya mungkin seperti main, jalan-jalan, berjemur di pagi hari, tidur, makan, mandi, sholat, ngaji dan lain-lain pokoknya seperti manusia pemalas yang kerjanya menghabiskan beras di rumah. Sebulan berlalu, aku masih senang-senang saja setelah dua bulan barulah terasa dukanya di rumah terus. Tugas menumpuk sana sini di paksa produktif dengan keadaan, mata mengabur, kepala pusing kebanyakan lihat layar handphone. Tapi memang sudah takdir sih.
Berita banyak sekali tersebar dimana-mana banyak sekali perusahaan yang karena tidak kuatnya tuk bertahan di tengah pandemi mereka memilih untuk mem-PHK karyawannya agar perusahaan mereka bisa survive. Selain itu, juga tidak sedikit perusahaan-perusahaan yang bangkrut di tengah pandemi. Lalu terbitlah UU cipta kerja yang katanya merugikan para buruh, demo disana disini, korona serasa tidak ada harga dirinya seolah menghilang di Indonesia. Beruntung orang-orang yang dapat survive dari kejamnya kehidupan.
Hari-hari telah berlalu Aku masih dengan kegiatan monoton tersebut, tapi Aku mulai sadar bahwa aku jangan sampai menjadi orang yang di sebut beban keluarga, yang kerjanya menghabiskan beras di rumah. Semangat belajar tumbuh dalam diriku, fokus menyimak pelajaran daring tidak lah mudah. Setan yang di sebut HP merayu-rayu untuk dipegang di buat main game. Tak jarang pikiranku memenuhi rayuan tersebut, matikan mic, matikan cam, lanjut main game. Oh senang nya diri ini saat nafsu main gamenya terpenuhi, kecanduan mungkin.
Hari produktif pun datang, apa yang ku lakukan? Masih seperti biasanya dengan kegiatan monoton itu, tapi dihari ini sedikit berbeda. Aku lebih banyak tidur dari sebelumnya berharap mendapat mimpi yang dapat mengubah diriku. Mungkin itu mustahil tapi entah kenapa diriku melakukannya. Hari-hari ku sangat membosankan ingin ku kembali sekolah berasrama, dapat berinteraksi dengan teman sudahlah cukup.
Di rumah yang ku ajak berinteraksi hanyalah bantal dan guling yang telah menjadi sahabat karib serta rasa malas yang telah seperti orang tua. Mencoba tuk produktif sebagai pelajar membuatku bingung apa sih yang bisa di produktif kan. Mungkin untuk pelajar, belajar lah satu-satunya ke produktifan padahal banyak banget yang bisa kita lakukan agar tidak mati gaya saat pandemi. Membantu orang tua misalnya, apa yang di bantu? Apa aja kek cuci piring, beresin kasur dan lainnya. Tapi semua itu tergantung mood ku kalau mau ya kerjain, kalau tidak ya tidak.
Hari produktif lainnya pun datang apa yang ku lakukan? Masih seperti biasanya dengan kegiatan monoton itu, tapi aku banyak buka sosial media untuk mencari motivasi-motivasi yang dapat mengubah diriku yang pemalas ini. Melihat temanku Attila yang dapat manfaatkan sosial media, membuatku ingin juga melakukannya, tapi ke malasan yang telah menjadi seperti orang tua lebih tinggi. Tapi aku sadar ini salah, lebih mementingkan rasa malas daripada keinginan . Aku harus berubah menjadi ironmen, menjadi banyak gaya di tengah pandemi, dan tidak menjadi orang yang mati gaya.
Hari produktif lainnya pun datang apa yang ku lakukan? Masih seperti biasanya dengan kegiatan monoton itu, tapi aku sudah lebih dari sebelum-sebelumnya, sekarang ini, dari motivasi-motivasi yang telah ku baca dan tonton. Seakan-akan membakar semangat perjuangan dalam diri tuk melawan kemalasan yang telah semena-mena pada insan gemilang ini. Banyak hal yang telah aku lakukan, seperti membuat karya-karya yang insya Allah punya harga jual, 2k paling. Karya-karya tersebut seperti Maket Eco-friendly, tempat pensil low budget.
Semua itu kulakukan karena dorongan tugas dari Bu guru dan juga yang pasti dorongan niat. Tidak hanya itu yang kulakukan, hal lainnya seperti nonton film drama sejarah seperti “Dirilis Erthugrul.” Yang seperti itu tidak hanya membuang-buang waktu tapi juga, aku bisa mendapat nilai sejarah di dalamnya. Karena dengan sejarah kita dapat mengambil pelajaran di dalamnya. Juga belajar coding tak luput ku lakukan demi menjadi orang yang melek teknologi.
Banyak yang terjadi selama pandemi ini suka duka di lakukan dirumah, saat merayakan maulid nabi kemarin soalnya mungkin banyak orang yang melakukannya di rumah tapi kalau aku yha di masjid.
Jadi apa yang bisa kita ambil dari pengalaman ku diatas? Bahwa seorang yang hebat dan keren adalah orang yang selalu bergaya di Medan apapun, dalam pandemi contohnya dirinya mampu memutar pemikirannya untuk mencari solusi dari segala permasalahan nya. Agar dapat survive dan tetap hidup dalam pandemi korona. Pandemi adalah kerikil kecil yang menghalangi kita, kenapa begitu? Ya karena tembok besar yang sejatinya menghalangi kita dalam segala keinginan adalah kematian. Karena kalo dah mati ya tidak bisa hidup lagi.
Nama: Alveno
Kelas: XI IPA