Awas remaja kesepian, fenomena ini adalah kasus abnormal dimana para peneliti menemukan seekor paus jantan yang hidup sendirian di tengah lautan dalam Samudra Pasifik. Paus merupakan jenis mamalia laut besar yang selalu hidup berkelompok dengan sesama spesies-nya biasanya terdiri dari 6 sampai 10 ekor paus dewasa yang akan bermigrasi setiap tahunnya sesuai pergantian musim.
Kasus abnormal langka ini pertama kali ditemukan pada tahun 1989, dilansir Grid.ID dari laman Washington Post bulan Januari 2017, paus kesepian ini ditemukan pertama kali oleh Dr. William Watkins dari Oceanographic Institution Woods Hole, yang merupakan peneliti biota laut.
Dr. Watkins kala itu tengah mempelajari siklus perkawinan sekelompok paus bongkok dan paus biru di laut Samudra Pasifik.
Saat tengah mempelajari frekuensi suara nyanyian khas yang dihasilkan paus jantan selama musim kawin, Dr. Watkins tiba-tiba menangkap fruekensi suara seekor paus jantan yang berbeda dari yang lain. Paus jantan tersebut menghasilkan suara nyanyian pada frekuensi 52 Hertz. Frekuensi ini lebih tinggi daripada frekuensi komunikasi paus normal yang pada umumnya hanya berkisar antara 12 sampai 25 Hertz.
Hal yang membuat pilu adalah, tidak ada satupun paus yang mampu mendengar atau merespon suara paus yang abnormal itu. Diduga karena perbedaan frekuensi antar mereka. Suaranya yang terlalu tinggi tidak mampu didengar oleh kawanan paus lain. Paus abnormal tersebut dilaporkan Dr. Watkins terus-menerus bernyanyi di sepanjang musim kawin, tapi tidak ada satupun paus yang membalas suaranya.
Frekuensi suara paus jantan tersebut selama ini hanya dapat ditangkap oleh radio sonar kapal laut dan kapal selam. Semenjak itu, paus ini disebut dengan nama The loneliest whale 52 atau Whalien 52. Angka 52 digunakan untuk mengingatkan peneliti pada frekuensi suaranya yang tidak biasa.
Membaca kisah Whale 52, saya jadi teringat para remaja kita ada kemiripan diantara keduanya. Anak yang ada di masa transisi menuju dewasa, yang kita sebut remaja mengalami fase pancaroba, sekitar usia 11 – 18 tahun berada di masa labil, kegelisahan, kegalauan dan kebingungan. Yang mereka sendiri tidak mampu memahami apa yang sedang terjadi pada dirinya. awas remaja kesepian.
Yang mereka tahu hanya kehebohan, mengapa semua yang mereka lakukan tidak disukai orang dewasa. Mengapa yang mereka anggap seru dibenci orangtuanya, mengapa mereka selalu salah dipahami, mengapa mereka selalu dianggap berulah dan bikin rusuh. Mengapa orangtuaku ga asyik lagi diajak ngobrol.
Orangtua dan remaja ternyata memiliki frekuensi pemahaman dan gaya komunikasi yang berbeda. Seperti whales 52 dan paus kelompok lainnya. Karena berbeda frekuensi maka tidak ada komunikasi yang terjadi. Boro-boro ngobrol panjang lebar, baru ngomong sepotong saja sudah emosi, sudah ngajak gelud. Ga nyambung.
Sebagai orangtua yuk, kita pindah frekuensi, cari dan masuklah ke frekuensinya. Dengarkan dan pahami kegalauan, ketakutan dan kegelisahannya. Mungkin kita sebagai orang dewasa melihat mereka para remaja asyik asyik aja, kelihatan ga ada masalah. Bagaimana tahu kalau kita tidak pernah mengajaknya ngobrol. Ajaklah mereka ngobrol dari hal yang mereka gandrungi, sebagai pintu masuk. Carilah tahu apa kegemarannya. Upayakan agar mereka membuka hatinya untuk kita. Carilah sampai frekuensinya sama dan stay tune disana, awas remaja kesepian.
Jika remaja kita sudah membuka diri pada orangtuanya, maka setiap kali ada masalah mereka tahu harus kemana. Mereka pasti akan mencari ayah bunda nya. Tempat ternyaman untuk bercerita. Jangan sampai remaja kita yang sedang bingung dan kesepian memilih orang lain di luar sana sebagai tempat paling nyaman untuk berbagi cerita, yang belum tentu membantunya keluar dari masalah.
Jangan lupa, mari iringi usaha kita membesarkan dan membimbing anak-anak dengan do’a insyaallah akan mendapat pertolonganNya jika kita memohon.
Waallahu ‘alam
Shanti Hayuningtyas
Kepala Pengasuhan&Konseling IMC