Sekolah menunggu godot adalah judul naskah drama dua babak karya Samuel Beckett, seorang novelis, penulis drama, puisi, sutradara dan kritik sastra kelahiran Irlandia 1906. Menunggu Godot mulai dimainkan di panggung drama pada tahun 1952 adalah Mahakarya drama absurd yang hanya menampilkan lima aktor itu berkisah tentang Estragon dan Vladimir yang sedang menantikan kedatangan Godot—sosok yang namanya disebut-sebut, menjadi pembicaraan tokoh lain yang justru tidak pernah muncul bahkan sampai cerita usai.
Saking terkenalnya drama panggung tersebut sampai ungkapan menunggu Godot telah menjadi ungkapan umum yang diartikan sebagai menunggu sesuatu yang tak kunjung datang. Secara konotatif, ini bisa berarti sebuah kesia-siaan atau dengan kata lain: sebuah penantian konyol, menunggu yang tak pasti datangnya. Menunggu kapan sekolah akan dibuka kembali apakah seperti menunggu si Godot?
Orangtua murid, murid dan guru bahkan pemilik sekolah di seluruh dunia, bukan hanya di Kalimanggis merindukan kembali ke sekolah. Bagaimana tidak rindu, sebagian kehidupan anak ada di sekolah. Sejak pagi sampai petang mereka habiskan waktunya di sekolah. Banyak siswa yang tidak memiliki teman sebaya di lingkungan rumah, tetapi mendapat banyak teman di sekolah. Siswa yang tidak punya saudara kakak atau adik mendapatkan teman sekolah seperti saudara mereka. Banyak siswa tidak memiliki waktu bermain di rumah, di sekolahlah mereka bermain sepuasnya dengan di sekolah.
Bukan hanya siswa, banyak guru yang hanya memiliki dua kehidupan, sekolah dan rumah. Pekerjaan sebagai guru memghabiskan sepertiga waktu guru di sekolah, sepertiga lagi di rumah, sisanya digunakan untuk istirahat. Maka tak heran sekolah sudah seperti keluarga kedua buat para guru, para siswa sudah seperti anaknya sendiri yang sayangnya perhatiannya melebihi kepada anak kandungnya dan teman sejawat teman bekerja seperti kakak atau adik, tempat curhat, diskusi, belajar kadang pula jadi teman bertengkar, hehe.
Jika libur panjang pasti yang dirindui siswa dan guru adalah keluarga keduanya di sekolah. Rindu suasananya, ikatannya dan keseruannya sekolah, sayang harus kita pendam dahulu.
Maka jika masih banyak individu yang abai, lalai, tidak peduli, masa bodo, bodo amat, egois dan memganggap remeh dengan tidak menjaga kesehatan diri dan ketat pada protokol kesehatan maka menunggu sekolah buka kembali seperti menunggu Godot. Maka jika pihak yang berwenang tidak serius, sungguh-sungguh dan habis-habisan melawan atau menanggulangi wabah Covid-19, maka menunggu sekolah buka kembali seperti menunggu Godot. Menunggu sesuatu yang tidak pasti datangnya, tidak ada ujungnya.
Maka jika yang berwenang menganggap semua ini sandiwara, lalu kesehatan, keselamatan dan keamanan ummat manusia hanya lelucon belaka, maka menunggu sekolah dibuka seperti menunggu Godot.
Siapa yang menunggu Godot? Sampai layar panggung ditutup, lampu-lampu dimatikan, dan penonton bubar. Godot tak juga datang.
Sekolah Menunggu Godot
Oleh: Shanti Hayuningtyas, S. Si
Kepala Pengasuhan&Konseling IMC