You are currently viewing Belajar Memahami Anak
belajar memahami anak-anak anissa setyowati

Belajar Memahami Anak

Belajar memahami anak bukan berarti menjadi kekanak- kanakan, melainkan menyelami dunia mereka agar kita mudah mengarahkannya.

Anak merupakan amanah Allah yang harus kita didik agar menjadi anak saleh yang dapat membantu Ayah/Bundanya menjadi ahli surga. Begitu juga dengan anak murid disekolah tempat kita mengajar. Ayah/Bunda mempercayakan kepada guru untuk anak – anaknya dididik dan diberikan pembelajaran dengan sebaik-baiknya.

Aku mulai mengajar sejak tahun 2007, sehingga jika dihitung aku baru 12 tahun mengajar, tentu lebih banyak lagi guru-guru yang lebih senior dan lebih berpegalaman daripada aku.  Alhamdulillah aku punya pengalaman mengajar di 3 sekolah (sampai dengan sekarang aku mengajar di SMPIT Insan Mandiri Cibubur).

Sebagai guru tentu aku memiliki harapan untuk bisa mewujudkan cita-cita para siswaku, namun itu tidak akan berhasil jika apa yang kita berikan hanya berupa teori-teori belaka. Kenyataannya, guru dan para Ayah/Bunda perlu berkolaborasi serta memberikan dukungan bila hendak menerapkan pola hidup yang Islami terhadap anak-anak, karena kecerdasan saja tidak cukup untuk menjadikan anak/siswa kita sukses ketika dewasa. Namun aklah dan sikap yang baiklah yang perlu mereka miliki. Untuk itu diperlukan kekompakan antara sekolah dan Ayah/Bunda menjadikan anak/siswa-siswa  kita sholeh.

Oleh karena itu, Ayah/Bunda dirumah dan guru disekolah perlu intropeksi diri, sholehkanlah diri kita terlebih dahulu selaku orang tua. Jika kita, misalnya ingin anak-anak melaksanakan shalat wajib tepat pada waktunya maka kita pun harus menerapkan hal yang sama. Sebab, orang tua (dirumah dan disekolah) merupakan model bagi anak/siswanya. Mereka akan mencontoh apa yang Ayah/Bunda dan guru kerjakan. Jangan bermimpi anak akan menjalankan ibadah dengan benar, jika orang tua/gurunya sendiri masih belum konsisten dalam beribadah.

Dan biasanya, untuk ini Ayah/Bunda atau guru lebih suka egois. Terkadang mereka malah suka memberi alasan bahwa hal yang dilarang buat anak-anaknya tidak berlaku bagi mereka. Sebagai contoh dalam hal kedisiplinan (tepat waktu). Jangan pernah berharap anak/siswa akan melakukan hal yang kita perintahkan kalau ternyata kita sendiri tidak melakukan hal yang sama. Juga, jangan pernah kita merasa malu kalau diingatkan oleh anak/siswa kita sendiri. Biasakan untuk mendengarkan pendapat-pendapat dan keinginan mereka sehingga komunikasi dapat berjalan lancar.

Dan setelah ini tentu saja tidak cukup hanya dengan keteladanan. Karena bisa jadi hanya berlaku untuk beberapa saat. Anak-anak akan tumbuh dewasa (seperti siswa-siswaku yang mulai beranjak remaja). Di saat seperti itu, biasanya mereka ingin bebas melakukan apa saja yang mereka sukai. Mereka senantiasa berusaha agar pendapat atau pikiran-pikirannya diakui dan disejajarkan dengan orang dewasa.

Sayangnya, dengan kondisi seperti itu, masih banyak Ayah/Bunda atau guru yang memaksa anaknya untuk selalu menerima pendapat atau jalan pikiran orang tua/gurunya saja. Sikap otoriter seperti itu justru akan menghancurkan harga diri anak/siswa dan membuatnya merasa bersalah. Sikap otoriter orang tua/guru sebenarnya dapat memberikan efek samping yang sangat merugikan anak/siswa.

Anak/siswa jadi takut untuk mengambil keputusan, kurang percaya diri, mudah sakit, dan menjadi emosional karena perasaannya tertekan. Lebih fatal lagi, mereka bisa menunjukkan sikap melawan, baik secara terselubung maupun terang-terangan.

Dengan demikian, jika terjadi perbedaan pendapat, maka pendekatan yang bersifat demokratis dan terbuka akan terasa lebih bijaksana. Salah satu caranya dapat dilakukan dengan membangun rasa saling pengertian, di mana masing-masing pihak berusaha memahami sudut pandang pihak lain. Biasanya, anak/siswa yang telah beranjak besar tidak mau dipermalukan di hadapan orang lain.

Karena itu, cara mengingatkan dan memberikan nasihat harus diubah dengan terus menerus berkomunikasi langsung dengan anak/siswa tanpa ada orang lain yang menyaksikannya. Dengan begitu, selain privasi mereka terjaga, secara tidak langsung kita pun menghargai kedewasaan mereka. Mulai dari sekarang, mari kita luangkan waktu untuk belajar memahami anak/siswa-siswa kita.

sekolah tidak akan berhasil tanpa adanya bantuan dan kerjasama dari Ayah/Bunda. Marilah kita sama-sama belajar memahami anak dengan lapang hati. Tentu saja, apapun yang kita lakukan tidak lepas dari unsur ibadah dan pendidikan. Artinya, memahami anak bukan berarti menjadi kekanak- kanakan, melainkan menyelami dunia mereka agar kita mudah mengarahkannya.

Oleh :Anissa Setyowati (Guru BK SMPIT Insan Mandiri Cibubur)